Sabtu, 03 Mei 2014

Kemanakah Akhir Urusan Orang yang Telah Menyimpang semisal Al Maghrawy,AbulHasan AlMa’riby,Ali Hasan AlHalaby,Yahya AlHajury???


AS SYAIKH MUHAMMAD BIN HADI AL MADKHALY
حفظه الله تعالى
Kemudian yang semestinya Perkara Kelima, hendaknya dia mengendalikan diri dengan tali kendali Jalan yang ditempuh oleh para Salafush Shalih.Kaidah dalam hal ini “Barangsiapa yang hendaknya berteladan, hendaknya dia berteladan kepada orang yang telah mati. Karena orang yang masih hidup tidak selamat dari fitnah.”

Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ittiba’ itu boleh dilakukan kepada orang mati di atas jalan yang benar.  Allah berfirman,“Mereka itulah orang-orang yang telah Allah beri hidayah. Maka ikutilah petunjuk mereka.” (al-An’am : 90)
Adapun orang yang hidup, bisa jadi kamu mencintai seseorang dan memujinya, namun janganlah kamu memberikan padanya rekomendansi yang sempurna. Karena manusia yang masih hidup, belum diketahui di atas apa ditutup umurnya. Dan kamu melihat sendir, berapa banyak, berapa banyak, …al-Maghrawi kemana dia berujung?Abul Hasan ke mana dia berujung? ‘Ali Hasan al-Halabi ke mana dia berujung? Bahkan dia sekarang bersama dengan para pengusung demokrasi pada akhir urusannya. Sekarang juga, al-Hajuri ke mana berujung? Berujung bersama mereka, kini mereka menziarahi dia. (yakni)  Abul Hasan, ‘Ali Hasan, dan mereka (menziarah al-Hajuri).

Orang yang masih hidup, tidak aman dari fitnah. Al-Imam Ahmad –rahimahullah wa radhiyallahu ‘anhu – meriwayatkan dalam Musnad-nya Hadits al-Miqdad bin al-Aswad dengan sanadnya, bahwa dia dikatakan – yakni diperbincangkan – maka dia menjawab, “Aku tidak berbicara tentang seseorang setelah adanya sebuah hadits yang aku dengar dari Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai dia meninggal.” Maka ditanyakan kepadanya, ‘Hadits apakah yang kamu dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Miqdad menjawab, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sungguh hati anak Adam itu lebih kuat berbolak-balik daripada periuk yang berisi air mendidih.” Apabila sudah mendidih, bagaimana gerakan dan bolak-baliknya? Sekejap mata bisa puluhan kali. Al-Miqdad mengatakan, Aku tidak memberikan persaksian tentang seseorang sedikitpun sampai dia mati.
Jadi seorang dalam berteladan dan meniru sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah dengan orang yang sudah wafat di atas hidayah. Adapun orang yang masih hidup, maka dia bisa diharapkan untuknya, atau bisa juga dikhawatirkan terhadapnya, dia tidak aman dari fitnah. Oleh karena itu, kita diperintah untuk berdo’a :
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk kami.”
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keteguhan/kekohohan.

Hal ini, padanya terdapat bantahan terhadap orang yang mengatakan, “Orang yang kokoh di atas Salafiyyah tidak mungkin menyimpang.” Omong kosong apa ini? Mungkin dia untuk menyimpang, bahkan menyimpang dari Islam secara total dan murtad. Kalau tidak demikian, apa makna firman Allah,“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk kami.”
Dan apa juga makna do’a NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam “Wahai Yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku di atas agamamu.”
Beliau adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengajarkan kepada kita doa tersebut.
Maka seseorang yang semestinya dia lakukan dalam permasalahan ini adalah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keteguhan, tidak mengingikuti kecuali jejak orang yang sudah mati di atas iman, hidayah, dan jalan yang haq, serta taqwa. Mencintai orang yang masih hidup karena kebaikan yang ada padanya, menghormati, dan mengedepankannya, serta memuliakan orang yang memang pantas mendapatkan pemuliaan tersebut. Namun jangan memberikan tazkiyah (rekomendasi) yang sempurna.

Kita memohon kepada Allah agar mengokokoh/meneguhkan kita dan antum semua.

http://miratsul-anbiya.net

Tidak ada komentar: