Lalu sebagian orang2 yg jahil mengatakan ungkapan2:
- Bukankah ini ghibah??
- Bukankah ini membongkar aib seorang muslim di depan umum??
- Bukankah ini haram??
�� Lalu......
Apakah begitu kenyataannya?.
Apakah ini termasuk ghibah?
Ternyata jawabannya, "TIDAK".
Hal ini bukanlah ghibah, bahkan ini adalah nashihat.
Ghibah –sebagaimana yg dijelaskan oleh para ulama-, adalah menyebutkan orang lain dengan hal2 yg ia membencinya…...
✏��������
Berkata al Imam Ibnu Rajab rahimahullah dalam syarh 'Ilal at Tirmidzi:
" sebagian orang yg tidak punya ilmu menyangka, bahwa hal tersebut termasuk dari ghibah, tapi tidaklah demikian. Karena penyebutan aib seseorang apabila ada mashlahat padanya, walaupun sifatnya khusus, seperti kritikan terhadap persaksian seseorang yg dusta, adalah hal yg diperbolehkan tanpa ada perselisihan.
Dan pada hal2 yg adanya adanya mashlahat bagi kaum muslimin secara umum lebih utama –untuk diperbolehkan-.
Demikian pula diperbolehkan menyebutkan kejelekan orang lain jika padanya ada mashlahat khusus. Seperti misalnya seseorang yg meminta pendapat dalam pernikahan atau mu'amalah.
Dan hal ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Fathimah binti Qais radhiyallahu 'anha: " adapun Mu'awiyah, ia orangnya miskin, tidak punya apa2. adapun Abu Jahm, dia tidak pernah meletakkan tongkatnya dari atas pundaknya".
Dan demikian pula Rasulullah meminta pendapat kepada Ali binAbi Thalib dan Usamah bin Zaid ketika berniat menceraikan istrinya ketika ahlul Ifk mengatakan apa2 yg mereka katakan –tuduhan zina kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha-."
Kemudian al Imam Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan beberapa atsar dari para imam ahlul hadits….
��Al imam Syu'bah bin Hajjaj berkata: "kemarilah, kita ghibah di jalan Allah sesaat", yakni menyebutkan al Jarh wat Ta'dil –celaan dan pujian terhadap perawi hadits-.
��Al imam Ibnul Mubarak menyebutkan keadaan seorang perawi dan mengatakan tentangnya: " ia berbuat dusta". Maka ada seseorang berkata kepadanya: " wahai abu Abdurrahman –kunyah Ibnul Mubarak-, engkau mengghibahinya".
Maka dijawab oleh Ibnul Mubarak: "diamlah kamu, jika kita tidak menjelasakannya, bagaimana akan diketahui al haq dari kebatilan".
��Dan diriwayatkan dari al imam Sufyan bin 'Uyainah,bahwa ia berkata: "sesungguhnya ini adalah amanah dan bukanlah ghibah".
��Dan Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata: " Abu Turab an Nakhsyabi datang kepada ayahku –al imam Ahmad-, lalu ayahku berkata: "fulan dha'if, fulan tsiqah" maka Abu Turab berkata: "wahai syaikh, jangan engkau mengghibahi ulama!". Maka ayahku menoleh kepadanya dan berkata: "celaka kamu, ini adalah nashihat, dan bukanlah ghibah".
��Muhammad bin Bundar as Sabbak al Jurjany berkata: aku berkata kepada Ahmad bin Hambal: "sesungguhnya diriku merasa berat untuk mengatakan 'fulan dha'if, fulan pendusta'.
Maka imam Ahmad berkata: "jika aku diam dan kamu juga diam, maka kapan seorang yg jahil akan mengetahui yg shahih dari yg tidak shahih?".
Dan tentunya perkataan para ulama salaf dalam hal ini sangatlah banyak. Dan terlalu banyak untuk disebutkan dalam tempat yg terbatas ini. Tapi kiranya apa yg telah disebutkan bisa mencukupi.
������
Kesimpulannya…….
Maka faedah yg bisa kita petik dari perkataan para ulama salaf di atas, bahwa menyebutkan kejelekan seseorang apabila padanya ada mashlahat bagi kaum muslimin hukumnya diperbolehkan, dan hal itu tidak termasuk dalam ghibah yg diharamkan, bahkan merupakan sebuah nashihat.
Terlebih lagi apabila dengannya terjaga kemurnian agama ini, misalnya ketika menyebutkan kesesatan para ahlul bid'ah, maka hal ini lebih utama untuk diperbolehkan, bahkan terkadang menjadi hal yg dianjurkan….
Wallahu a'lam bish shawab……
�� Lihat Syarh 'Ilal at Tirmidzi hal 44-47.
Sumber : http://faedahilmiyyah.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar