Rabu, 07 Mei 2014

SEBAB-SEBAB HILANGNYA AGAMA




MUTIARA HIKMAH DARI NASEHAT SALAFUL UMMAH
 
Sebab-Sebab Hilangnya Agama

. Abdullah bin Ad Dailamy berkata :
“Sesungguhnya sebab pertama hilangnya agama ini adalah meninggalkan As Sunnah. Agama ini akan hilang sunnah demi sunnah sebagaimana lepasnya tali seutas demi seutas.” (Al Lalikai 1/93 nomor 127, Ad Darimy 1/58 nomor 97, dan Ibnu Wadldlah dalam Al Bida’ 73)

. Ia juga berkata, saya mendengar Amru berkata :
“Tidaklah dilakukan suatu bid’ah melainkan akan bertambah cepat berkembangnya dan tidaklah ditinggalkan As Sunnah kecuali bertambah cepat hilangnya.” (Al Lalikai 1/93 nomor 128 dan Ibnu Wadldlah 73)

. Dari Abdullah bin Mas’ud radliyallahu 'anhu ia berkata :
“Ketahuilah hendaknya jangan satupun dari kalian bertaqlid kepada siapapun dalam perkara agamamu sehingga (bila) ia beriman ikut beriman bila ia kafir ikut pula menjadi kafir. Maka jika kamu tetap ingin berteladan maka ambillah contoh dari yang telah mati sebab yang masih hidup tidak aman dari fitnah.” (Al Lalikai 1/93 nomor 130 dan Al Haitsamy dalam Al Majma’ 1/180)

. Al Auza’i menyebutkan dari Hassan bin Athiyyah, ia berkata :
“Tidaklah suatu kaum berbuat satu bid’ah dalam Dien mereka melainkan Allah cabut dari mereka satu Sunnah yang semisalnya dan tidak akan kembali kepada mereka sampai hari kiamat.” (Ad Darimy 1/58 nomor 98)

. Dari Yunus bin Zaid dari Az Zuhri ia berkata :
“Ulama kami yang terdahulu selalu mengingatkan bahwa berpegang teguh dengan As Sunnah itu adalah keselamatan dan ilmu akan tercabut dengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan agama dan dunia sedang dengan hilangnya ilmu hilang pula semuanya.” (Ad Darimy 1/58 nomor 16)

✏ Alih bahasa: Al Ustadz Idral Harits

~•~~•~•~•~•~•~•~•~•~•

Sumber : WA. FORUM KIS

Sabtu, 03 Mei 2014

ITU Bukan GHIBAH Tapi itu adalah NASEHAT


Sering kita mendengar sebagian para ulama mentahdzir seseorang. Mengatakan, fulan sesat, fulan mubtadi', dan seterusnya.
Lalu sebagian orang2 yg jahil mengatakan ungkapan2:
  • Bukankah ini ghibah??
  • Bukankah ini membongkar aib seorang muslim di depan umum??
  • Bukankah ini haram??
Dan seterusnya dari ungkapan2 yg mereka katakan.
�� Lalu......
Apakah begitu kenyataannya?.
Apakah ini termasuk ghibah?
Ternyata jawabannya, "TIDAK".
Hal ini bukanlah ghibah, bahkan ini adalah nashihat.
Ghibah –sebagaimana yg dijelaskan oleh para ulama-, adalah menyebutkan orang lain dengan hal2 yg ia membencinya…...

✏��������
Berkata al Imam Ibnu Rajab rahimahullah dalam syarh 'Ilal at Tirmidzi:
" sebagian orang yg tidak punya ilmu menyangka, bahwa hal tersebut termasuk dari ghibah, tapi tidaklah demikian. Karena penyebutan aib seseorang apabila ada mashlahat padanya, walaupun sifatnya khusus, seperti kritikan terhadap persaksian seseorang yg dusta, adalah hal yg diperbolehkan tanpa ada perselisihan.
Dan pada hal2 yg adanya adanya mashlahat bagi kaum muslimin secara umum lebih utama –untuk diperbolehkan-.
Demikian pula diperbolehkan menyebutkan kejelekan orang lain jika padanya ada mashlahat khusus. Seperti misalnya seseorang yg meminta pendapat dalam pernikahan atau mu'amalah.
Dan hal ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Fathimah binti Qais radhiyallahu 'anha: " adapun Mu'awiyah, ia orangnya miskin, tidak punya apa2. adapun Abu Jahm, dia tidak pernah meletakkan tongkatnya dari atas pundaknya".
Dan demikian pula Rasulullah meminta pendapat kepada Ali binAbi Thalib dan Usamah bin Zaid ketika berniat  menceraikan istrinya ketika ahlul Ifk mengatakan apa2 yg mereka katakan –tuduhan zina kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha-."
Kemudian al Imam Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan beberapa atsar dari para imam ahlul hadits….

��Al imam Syu'bah bin Hajjaj berkata: "kemarilah, kita ghibah di jalan Allah sesaat", yakni  menyebutkan al Jarh wat Ta'dil –celaan dan pujian terhadap perawi hadits-.

��Al imam Ibnul Mubarak menyebutkan keadaan seorang perawi dan mengatakan tentangnya: " ia berbuat dusta". Maka ada seseorang berkata kepadanya: " wahai abu Abdurrahman –kunyah Ibnul Mubarak-, engkau mengghibahinya".
Maka dijawab oleh Ibnul Mubarak: "diamlah kamu, jika kita tidak menjelasakannya, bagaimana akan diketahui al haq dari kebatilan".

��Dan diriwayatkan dari al imam Sufyan bin 'Uyainah,bahwa ia berkata: "sesungguhnya ini adalah amanah dan bukanlah ghibah".

��Dan Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata: " Abu Turab an Nakhsyabi datang kepada ayahku –al imam Ahmad-, lalu ayahku berkata: "fulan dha'if, fulan tsiqah" maka Abu Turab berkata: "wahai syaikh, jangan engkau mengghibahi ulama!". Maka ayahku menoleh kepadanya dan berkata: "celaka kamu, ini adalah nashihat, dan bukanlah ghibah".

��Muhammad bin Bundar as Sabbak al Jurjany berkata: aku berkata kepada Ahmad bin Hambal: "sesungguhnya diriku merasa berat untuk mengatakan 'fulan dha'if, fulan pendusta'. 
Maka imam Ahmad berkata: "jika aku diam dan kamu juga diam, maka kapan seorang yg jahil akan mengetahui yg shahih dari yg tidak shahih?".
Dan tentunya perkataan para ulama salaf dalam hal ini sangatlah banyak. Dan terlalu banyak untuk disebutkan dalam tempat yg terbatas ini. Tapi kiranya apa yg telah disebutkan bisa mencukupi.

������
 Kesimpulannya…….
Maka faedah yg bisa kita petik dari perkataan para ulama salaf di atas, bahwa menyebutkan kejelekan seseorang apabila padanya ada mashlahat bagi kaum muslimin hukumnya diperbolehkan, dan hal itu tidak termasuk dalam ghibah yg diharamkan, bahkan merupakan sebuah nashihat.
Terlebih lagi apabila dengannya terjaga kemurnian agama ini, misalnya ketika menyebutkan kesesatan para ahlul bid'ah, maka hal ini lebih utama untuk diperbolehkan, bahkan terkadang menjadi hal yg dianjurkan….

Wallahu a'lam bish shawab……

�� Lihat Syarh 'Ilal at Tirmidzi hal 44-47.

Sumber : http://faedahilmiyyah.blogspot.com

Bimbingan Syar’i dalam Menyikapi Da’i Yang Melakukan Kesalahan dalam Manhaj dan Aqidah


Fawaid Manhajiyyah dari asy-Syaikh Ahmad Bazmul hafizhahullah
Pertanyaan  Kesembilan;  Sebagian orang yang maju memegang dakwah, muncul dari mereka kesalahan-kesalahan di dalam masalah akidah dan manhaj. Kesalahan-kesalahan ini bukan kekeliruan yang sedikit. Bagaimana cara menyikapinya, dan bolehkah menyarankan manusia untuk bermajelis dengannya?

Asy-Syaikh Ahmad Bazmul hafizhahullah berkata, “Tunggu dulu wahai Saudaraku, -semoga Allah memberkahimu- sampai kita mengembalikan permasalahan ini kepada prinsip yang didasarkan pada ucapan para ulama, sehingga kita hanya berpendapat sebagaimana pendapat ahlul ilmi.
Kesalahan itu, tidak ada seorang pun yang selamat darinya. Sekali lagi, kesalahan itu, tidak ada seorang pun yang selamat darinya. Tidak dijumpai seorang ‘alim pun yang selamat dari kekeliruan, sampai-sampai al-Imam Ibnu Ma’in rahimahullah berkata, “Barang siapa yang mengatakan, “Aku tidak melakukan kesalahan,” sungguh ia telah berdusta.” Demikian beliau berkata yang maknanya sebagaimana yang dimaksudkan oleh para ulama’ -semoga Allah merahmati mereka.
Baiklah, jadi sudah jelas, kesalahan itu pasti terjadi. Namun permasalahannya, orang yang melakukan kekeliruan, hendaknya ia rujuk dari kesalahannya. KETIKA KESALAHANNYA DIJELASKAN, IA HARUS MENERIMA, TIDAK BERMAIN-MAIN, DAN TIDAK BERSILAT LIDAH. Barangsiapa yang melakukan kesalahan, kemudian dijelaskan kesalahannya, lalu dia rujuk, ia dipuji di sisi para ulama.

ADAPUN ORANG YANG MELAKUKAN KESALAHAN, KEMUDIAN DIJELASKAN KESALAHANNYA, NAMUN IA JUSTRU MEMUTAR-MUTAR LIDAHNYA DAN TALA’UB (BERMAIN-MAIN), orang ini jatuh di hadapan para ulama. Ini adalah perkara yang prinsip.
Prinsip yang kedua; Dan permasalahan ini sudah diperingatkan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah, -atau mungkin ulama lain, namun aku kira ini adalah ucapan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi- bahwasanya bersamaan dengan ucapan para ulama “seorang ‘alim itu tidaklah selamat dari kesalahan”, di sisi lain mereka juga menjelaskan bahwa jika seorang ‘alim itu banyak kesalahannya, menjadi kurang kedudukannya, bahkan terkadang ia jatuh (kredibilitasnya). Sebagaimana hal ini disebutkan oleh sebagian ulama, bahwa seseorang itu seringnya jatuh kredibilitasnya bila banyak kesalahannya, apabila ia selalu/terus menerus melakukan kesalahan, terutama di dalam permasalahan-permasalahan yang zhahir(jelas), terlebih di dalam permasalahan akidah. Orang yang keadaannya seperti ini, yang wajib baginya adalah BERTAKWA KEPADA ALLAH ‘AZZA WAJALLA, BELAJAR (LAGI), BARU KEMBALI MEMEGANG DAKWAH.
Adapun orang yang maju ke medan dakwah dalam keadaan ‘kayunya belum keras’ (belum cukup bekal), dan ia tidak belajar ilmu syar’i, ini adalah kesalahan.

Oleh karena itu wahai saudara-saudaraku, aku mengingatkan kalian dengan satu perkara yang sangat-sangat berbahaya, yang muncul dari sebagian saudara kita para penuntut ilmu – dari kalangan orang-orang yang kami masih berprasangka baik terhadap mereka, dan kami memohon kepada Allah ‘azza wajalla agar perkaranya demikian (perkaranya adalah kebaikan), sebagian mereka setelah mengajari murid-muridnya beberapa matan ia berkata, “Pergilah dan ajarilah para pemuda. Pergilah dan majulah mengemban dakwah.” Ini adalah kesalahan.
Dahulu para ulama, para salaf (pendahulu kita yang shalih), salah seorang dari mereka bermajelis dulu selama sepuluh tahun menuntut ilmu, bukan sekedar sepekan atau dua pekan, satu atau dua daurah. Dulu salah seorang dari mereka bertafaqquh (memperdalam ilmu) agama Allah, bermulazamah dengan seorang ‘alim, sampai ia mati. Adapun orang ini, ia mengajari para penuntut ilmu, – ia juga bermajelis dengan para ulama- -satu atau dua matan, satu atau dua daurah, lalu ia berkata, “Engkau termasuk muridku, pergilah, dan mengajarlah.” Ini adalah kesesatan, wahai Syaikh, ini adalah kesesatan! Ini adalah sebuah perbuatan yang menjadikan para pemuda lancang terhadap agama Allah ‘Azza wa Jalla. Ini adalah penyimpangan di dalam masalah manhaj. Ini semuanya adalah perkara-perkara yang akan terlihat, bahkan sudah terlihat dampaknya terhadap agama Allah ‘Azza wa Jalla, di mana keberadaan berbagai kesalahan dan penyelisihan terhadap al-haqq bertambah banyak dan kebenaran menjadi semakin lemah.

Sampai ketika engkau berbicara dengan kebenaran, seakan engkau sedang berbicara dengan sebuah kebatilan. Dan ketika engkau berbicara kepada ahlul bathil tentang kebatilan mereka, seakan justru mereka yang berbicara dengan kebenaran. Keganjilan ini sebabnya adalah perkara-perkara kebatilan seperti yang tadi disebutkan; seseorang yang banyak kesalahannya di dalam agama Allah ‘Azza wa Jalla, bahkan di dalam pembahasan akidah,kemudian dia berkata, “Alhamdulillah, kesalahan saya masih bisa dihitung.”

Bila kesalahan-kesalahannya berupa perbuatan yang terbatas yang, dua atau tiga belas perkara yang sifatnya umum, kesalahan yang sifatnya tidak ada seorang manusia pun yang bisa selamat darinya, kesalahan yang tidak menunjukkan atas sedikitnya ilmu pelakunya, dan hanya saja kesalahan tersebut terjadi karena lupanya seseorang dan sifat dasar kemanusiaannya yang terkadang melupakan sesuatu, yang demikian ini tidak mengapa.

Adapun bila kesalahan-kesalahan ini dasarnya adalah kebodohan, dasarnya adalah tidak adanya ilmu di sisi ulama, tidak belajar di sisi ulama, tidak bermulazamah dengan mereka, dan karena tidak adanya sikap terus menerus mengikuti para ulama, maka yang wajib atasnya adalah bertakwa kepada Allah ‘Azza waJalla, bertaubat, berlepas diri dari keadaannya sebagai pengajar bagi manusia, dan hendaknya ia berkata, “Aku bukanlah pengajar bagi manusia, aku bukan guru, aku bodoh seperti kalian, dan aku akan belajar bersama kalian.”
Bila dikatakan, ” Orang ini adalah yang terbaik di tengah mereka,” kami katakan, “Orang yang terbaik di antara manusia hanya membaca perkataan para ulama saja, dan tidak memberanikan diri memberikan syarh (penjelasan) kecuali apa yang bisa ia lakukan lakukan dengan baik. Adapun di dalam materi pembahasan yang belum dikuasainya, ia diharamkan dari berbicara di dalamnya. Bila ia membahasnya dalam keadaan tidak menguasainya, ia wajib dijauhi, hendaknya (manusia) diperingatkan darinya sesudah dinasihati. Orang yang semodel ini harus dijauhi dan tidak boleh bermajelis dengannya, karena para ulama -semoga Allah Ta’ala merahmati mereka- telah menjelaskan bahwa ilmu syar’i ini adalah agama, maka hendaknya kalian melihat dari siapa kalian mengambil agama kalian.
Kita tidak mengambil agama kita dari ahlul ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan bid’ah). Ini adalah sikap yang benar. Kita tidak mengambil agama kita dari orang-orang yang bodoh. Ini juga benar. Kita juga tidak mengambil agama kita dari orang yang banyak salahnya dan melampaui batas. Juga tidak dari orang yang tidak mapan ilmunya dari kalangan orang-orang yang sok tahu, yang maju ke medan dakwah untuk memberikan faidah ilmu kepada manusia dalam keadaan mereka tidak terkualifikasi untuk memberikannya.

Oleh karena itu wahai saudara-saudaraku -semoga Allah memberikan barakah kepada kalian- saya menasihati diri saya dan kalian untuk berhati-hati di dalam permasalahan ini. Hendaknya kalian terus mengikuti durus (pengajaran) para ulama yang tersebar luas di internet, para ulama salaf yang sudah ma’ruf (dikenal keilmuan dan kelurusan manhajnya). Hadirilah majelis-majelis mereka dan bersemangatlah di dalamnya untuk membaca kitab-kitab mereka sebelum kalian maju memberikan faidah ilmu kepada manusia.

Tidak ada larangan untuk memberikan faidah kepada manusia di dalam perkara yang sudah engkau ketahui. aadapun di dalam perkara yang tidak engkau ketahui, hukumnya HARAM bagimu untuk mengajarkannya. Karena Nabi shallallahu’alaihiwasallam telah bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Sunan Ibnu Majah dan dihasankan oleh al-Albani rahimahumallah, من أفتى بغير ثبت فإنما إثمه على من أفتاه “Barangsiapa yang berfatwa tidak benar, hanya saja dosanya bagi yang memfatwakannya.” Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda tentang orang yang terluka kepalanya, ketika sebagian orang berfatwa kepadanya sehingga ia tewas, mereka memfatwakan mandi bagi orang yang terluka tersebut, kemudian ia mandi lalu ia meninggal, beliau bersabda قتلوه قتلهم الله ألا سألوا إذ جهلوا إنما شفاء العي السؤال “Mereka telah membunuhnya! Semoga Allah membunuh mereka! Tidakkah mereka bertanya bila mereka tidak tahu? Hanya saja obatnya kebodohan itu bertanya.”

Ini dia Rasul shallallahu’alaihi wasallam mengatakan ucapan ini. Sedangkan teman kita ini, dia justru mengatakan, ” Saya memang melakukan kesalahan, namun kesalahan-kesalahan saya sedikit.” Padahal ternyata kesalahan-kesalahannya itu banyak, bahkan di dalam pembahasan akidah, sebagaimana tadi disebutkan di dalam pertanyaan.
Kemudian sebagaimana kaidah menurut ulama yang telah dijelaskan sebelumnya, kita harus melihat kesalahan tersebut. Bila kesalahannya -seperti yang telah dijelaskan tadi- termasuk kekeliruan yang mungkin muncul dari kelalaian dan lupa, para ulama memaafkannya disertai dengan menjelaskan dan membantah kesalahan tersebut. Para ulama tidak sekedar memaafkan dan diam dari kesalahan tersebut. Sekali lagi, mereka tidak hanya memaafkan dan diam dari kesalahan tersebut. Namun mereka memberikan penjelasan ( di mana letak kesalahannya). Hanya saja karena yang melakukan kesalahan ini adalah ahlussunnah, dan kesalahannya adalah yang semisal ini (karena lalai atau lupa), para ulama tidak mencelanya dengan keras dan tidak menjelek-jelekkannya, selama dia mau rujuk dari kesalahannya tersebut, dan (sekali lagi) mereka tetap menjelaskannya kepada manusia.

Perhatikan oleh kalian, PENJELASAN TERHADAP KESALAHAN SESEORANG BUKAN TERMASUK PERBUATAN MENJELEK-JELEKKAN ORANG YANG MELAKUKAN KESALAHAN ITU. Barangsiapa yang menghubungkan antara kedua perkara ini, maka ia telah berdusta dan berdosa.
Para ulama, sebagian mereka membantah sebagian yang lain. Dan bantahan terhadap satu sama lain ini adalah salah satu bentuk pertolongan kepada agama Allah ‘Azza wa Jalla, dan bukan merupakan perbuatan saling mencela satu sama lain. Mereka hanya mencela di dalam kesalahan yang muncul dari orang yang menyelisihi, kesalahan yang menunjukkan bahwa pelakunya menentang (syariat dan al-haqq), dan kesalahan yang orang lain yang semisal dengan pelakunya mengetahui kesalahan tersebut. Pada kondisi tersebut terkadang mereka akan menganggap sesat pelakunya, sesudah menjelaskan kesalahan tersebut dan memberi nasihat kepadanya (dan nasihat ini bukanlah syarat yang harus disampaikan sebelum bantahan sebagaimana hal ini sudah dijelaskan pada poin-poin pertanyaan sebelumnya).

Dikumpulkan oleh Abu Muhammad as-Sunni al-Libi.
Dialihbahasakan oleh Ummu Maryam Lathifah al-Atsariyyah.
(Dengan Sedikit Perubahan, mengikuti file Audio asy Syaikh Ahmad Bazmul Hafizhahullo)
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=136061

Kemanakah Akhir Urusan Orang yang Telah Menyimpang semisal Al Maghrawy,AbulHasan AlMa’riby,Ali Hasan AlHalaby,Yahya AlHajury???


AS SYAIKH MUHAMMAD BIN HADI AL MADKHALY
حفظه الله تعالى
Kemudian yang semestinya Perkara Kelima, hendaknya dia mengendalikan diri dengan tali kendali Jalan yang ditempuh oleh para Salafush Shalih.Kaidah dalam hal ini “Barangsiapa yang hendaknya berteladan, hendaknya dia berteladan kepada orang yang telah mati. Karena orang yang masih hidup tidak selamat dari fitnah.”

Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ittiba’ itu boleh dilakukan kepada orang mati di atas jalan yang benar.  Allah berfirman,“Mereka itulah orang-orang yang telah Allah beri hidayah. Maka ikutilah petunjuk mereka.” (al-An’am : 90)
Adapun orang yang hidup, bisa jadi kamu mencintai seseorang dan memujinya, namun janganlah kamu memberikan padanya rekomendansi yang sempurna. Karena manusia yang masih hidup, belum diketahui di atas apa ditutup umurnya. Dan kamu melihat sendir, berapa banyak, berapa banyak, …al-Maghrawi kemana dia berujung?Abul Hasan ke mana dia berujung? ‘Ali Hasan al-Halabi ke mana dia berujung? Bahkan dia sekarang bersama dengan para pengusung demokrasi pada akhir urusannya. Sekarang juga, al-Hajuri ke mana berujung? Berujung bersama mereka, kini mereka menziarahi dia. (yakni)  Abul Hasan, ‘Ali Hasan, dan mereka (menziarah al-Hajuri).

Orang yang masih hidup, tidak aman dari fitnah. Al-Imam Ahmad –rahimahullah wa radhiyallahu ‘anhu – meriwayatkan dalam Musnad-nya Hadits al-Miqdad bin al-Aswad dengan sanadnya, bahwa dia dikatakan – yakni diperbincangkan – maka dia menjawab, “Aku tidak berbicara tentang seseorang setelah adanya sebuah hadits yang aku dengar dari Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai dia meninggal.” Maka ditanyakan kepadanya, ‘Hadits apakah yang kamu dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Miqdad menjawab, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sungguh hati anak Adam itu lebih kuat berbolak-balik daripada periuk yang berisi air mendidih.” Apabila sudah mendidih, bagaimana gerakan dan bolak-baliknya? Sekejap mata bisa puluhan kali. Al-Miqdad mengatakan, Aku tidak memberikan persaksian tentang seseorang sedikitpun sampai dia mati.
Jadi seorang dalam berteladan dan meniru sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah dengan orang yang sudah wafat di atas hidayah. Adapun orang yang masih hidup, maka dia bisa diharapkan untuknya, atau bisa juga dikhawatirkan terhadapnya, dia tidak aman dari fitnah. Oleh karena itu, kita diperintah untuk berdo’a :
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk kami.”
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keteguhan/kekohohan.

Hal ini, padanya terdapat bantahan terhadap orang yang mengatakan, “Orang yang kokoh di atas Salafiyyah tidak mungkin menyimpang.” Omong kosong apa ini? Mungkin dia untuk menyimpang, bahkan menyimpang dari Islam secara total dan murtad. Kalau tidak demikian, apa makna firman Allah,“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk kami.”
Dan apa juga makna do’a NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam “Wahai Yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku di atas agamamu.”
Beliau adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengajarkan kepada kita doa tersebut.
Maka seseorang yang semestinya dia lakukan dalam permasalahan ini adalah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keteguhan, tidak mengingikuti kecuali jejak orang yang sudah mati di atas iman, hidayah, dan jalan yang haq, serta taqwa. Mencintai orang yang masih hidup karena kebaikan yang ada padanya, menghormati, dan mengedepankannya, serta memuliakan orang yang memang pantas mendapatkan pemuliaan tersebut. Namun jangan memberikan tazkiyah (rekomendasi) yang sempurna.

Kita memohon kepada Allah agar mengokokoh/meneguhkan kita dan antum semua.

http://miratsul-anbiya.net

Jumat, 02 Mei 2014

TAHDZIR (Peringatan) DARI HADITS PALSU & HADITS LEMAH SEPUTAR IBADAH (Khusus) DIBULAN RAJAB.


�Bulan Rajab sudah di ambang pintu. Banyak tersebar hadits-hadits tentang keutamaan puasa pada bulan Rajab. Namun ketahuilah olehmu, bahwa semua hadits-hadits tersebut adalah hadits-hadits yang lemah dan palsu, serta tidak ada asalnya dalam sunnah (baca; Agama) ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, di dalam Majmu' al-Fatawa (XXV/290):
"Adapun puasa Rajab secara khusus, maka semua hadits-haditsnya adalah LEMAH, bahkan PALSU. Para 'ulama tidak menjadikan satu pun dari hadits-hadits tersebut sebagai landasan. Hadits-hadits tersebut bukanlah termasuk hadits-hadits lemah yang diriwayatkan dalam fadha-il amal. Namun mayoritasnya adalah palsu yang didustakan (atas nama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, pen)."

�Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata,
"Semua hadits yang menyebutkan puasa pada bulan Rajab dan (keutamaan) shalat pada beberapa malam pada bulan tersebut, maka itu adalah dusta yang dibuat-buat." (Al-Manar al-Munif hal.97)

�Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata,
"Tidak ada dalil tentang keutamaan bulan Rajab, keutamaan berpuasa pada bulan tersebut, atau pada satu hari tersebut dari bulan tersebut. Demikian pula tentang keutamaan menghidupkan satu malam secara khusus pada bulan tersebut, tidak ada satu hadits shahih pun tentang masalah ini yang bisa dijadikan sebagai landasan." (Tabyinu al-'Ajab hal. 11)

�Asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz Rahimahullah ditanya,
�"Banyak pertanyaan tentang bulan Rajab dan berpuasa pada bulan tersebut, apakah bulan Rajab memiliki ke-khususan tertentu?
Maka beliau menjawab,
"Mengkhususkan bulan Rajab dengan ibadah puasa tathawwu merupakan sesuatu yang tercela. Karena itu termasuk kebiasaan Jahiliyyah, yang dulu mereka mengagungkan bulan Rajab. Para 'ulama mencela perbuatan menyendirikan/mengkhususkan puasa tathawwu' pada bulan Rajab.

Adapun apabila seseorang berpuasa pada bulan tersebut karena membayar hutang puasa Ramadhan, atau karena puasa kaffarah, maka yang demikian tidak mengapa. Atau berpuasa Senin–Kamis, atau puasa tiga hari pada ayyamul bidh, ini semua tidak mengapa (dilakukan) sebagaimana pada bulan-bulan lainnya. Walhamdulillah." (http://www.binbaz.org.sa/mat/13706)


Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin Rahimahullah ditanya tentang berpuasa pada hari ke-27 pada bulan Rajab dan menghidupkan malamnya?Maka beliau menjawab :"Berpuasa pada hari ke-27 bulan Rajab dan menghidupkan malam harinya, serta mengkhususkan (amalan) nya adalah BID'AH. Dan setiap bid'ah itu adalah sesat. (Majmu' Fatawa Ibnu 'Utsaimin XX/440)
(Oleh Al-Ustadz Abdul Malik Hafidhohullah~WhatsApp Panitia Ahlussunnah Slipi)
Semoga kita selalu mendapatkan taufiq dari Allah Ta'ala agar senantiasa kokoh diatas Sunnah. Dan Semoga bermanfaat. Wallaahu a'lam.
 _______________________
Sumber:  BB Da'wah Ahlussunnah)


BELAJAR SABAR DARI SEORANG ANAK KECIL



ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻔﻀﻴﻞ ﺑﻦ ﻋﻴﺎﺽ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ :
ﺗﻌﻠﻤﺖ ﺍﻟﺼﺒﺮ ﻣﻦ ﺻﺒﻲ ﺻﻐﻴﺮ :ﺫﻫﺒﺖ ﻣﺮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﻮﺟﺪﺕ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺩﺍﺧﻞ ﺩﺍﺭﻫﺎ ﺗﻀﺮﺏ ﺍﺑﻨﻬﺎ ﻭﻫﻮﻳﺼﺮﺥ ﻓﻔﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺏ ﻭﻫﺮﺏ ﻓﺄﻏﻠﻘﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺒﺎﺏ ....ﻗﺎﻝ : ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﺖُ ﻧﻈﺮﺕُ ، ﻓﻠﻘﻴﺖ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺑﻌﺪﻣﺎ ﺑﻜﻰ ﻗﻠﻴﻼ ﻧﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﻋﺘﺒﺔﺍﻟﺒﺎﺏ ﻳﺴﺘﻌﻄﻒ ﺃﻣﻪ ﻓﺮﻕ ﻗﻠﺐ ﺍﻷﻡ ﻓﻔﺘﺤﺖ ﻟﻪ ﺍﻟﺒﺎﺏ . ﻓﺒﻜﻰ ﺍﻟﻔﻀﻴﻞ ﺣﺘﻰﺍﺑﺘﻠﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﺑﺎﻟﺪﻣﻮﻉﻭﻗﺎﻝ : ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻮ ﺻﺒﺮ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻋﻠﻰ ﺑﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ - ﻟﻔﺘﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ !! ﻗﺎﻝ " ﺃﺑﻮ ﺍﻟﺪﺭﺩﺍﺀ " ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ :"ﺟﺪﻭﺍ ﺑﺎﻟﺪﻋﺎﺀ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﻦ ﻳﻜﺜﺮ ﻗﺮﻉ ﺍﻟﺒﺎﺏ ﻳﻮﺷﻚ ﺃﻥ ﻳﻔﺘﺢ ﻟﻪ .

ﻣﺼﻨﻒ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ ٦/٢٢

———★-★-★———

Berkata Fudhail Ibn Iyadh Rahimahulloh:
"Aku belajar sabar dari seorang Anak kecil"

Suatu ketika aku pergi ke masjid, dan aku melewati seorang ibu di rumahnya (yang sedang) memukuli anaknya (yang masih kecil), dalam keadaan anak itu berteriak membuka pintu dan lari (keluar dari rumahnya), maka sang ibunya pun menutupkan dia pintu...

Beliau (Imam Fudhail Rahimahullaahu) berkata, "Ketika aku pulang (dari masjid) aku menemukan anak itu, setelah sejenak menangis ia tertidur di ambang pintu rumahnya (diluar), merayu dan melunakkan hati ibunya, sehingga lunaklah hati si ibu, lalu dibukakanlah pintu rumahnya.

Al-Imam Fudhail menangis sampai basah jenggot beliau dengan air mata, dan mengatakan:

ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﷲ ﻟﻮ ﺻﺒﺮ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻋﻠﻰ ﺑﺎﺏ ﷲ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻟﻔﺘﺢ ﻟﻪ

"Subhanalloh!! Sekiranya seorang hamba bersabar didepan pintu Allah, niscaya akan dibukakan pintu untuknya,

Berkata Abu darda Radliallahu'anhu,
"Bersungguh-sungguhlah dalam doa, karena sesungguhnya (mereka) yg sering mengetuk pintu akan dibukakan baginya."

[Dinukil dari Kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 6/ 22 (faedah dr ust.fahmi abu bakr..~COPAS GROUP BB NEW AHLUSSUNNAH Al-Ustadz abu uways ghasim alba'daani (Bogor)]

Semoga kita selalu mendapatkan taufiq dari Allah Ta'ala agar senantiasa kokoh diatas Sunnah. Dan Semoga bermanfaat. Wallaahu a'lam.
_______________________
Catatan:
(Sumber:  BB Dakwah Ahlussunnah)


SILSILAH MANHAJIYAH: JUM'IYYAH IHYA AT TUROTS, MASALAH IJTIHADIYAH?




#bagian pertama#

✏ Ditulis oleh: Abu Karimah Askary bin Jamal Al-Bugisi

Pada edisi yang lalu telah kita nukilkan sebagian fatwa para ulama yang menyatakan bahwa Ihya At-Turots adalah organisasi yang dibangun diatas manhaj Ikhwani,yang didalamnya diterapkan cara-cara hizbiyyah. Diantaranya mengikat anggotanya dengan cara bai’at, ikut serta dalam politik praktis, berparlemen, menyebarkan pemikiran Quthbiyyah dan Abdurrahman Abdul Khaliq. Sehingga, menyebabkan terjadinya perpecahan di berbagai negeri karena campur tangan organisasi ini yang mengatasnamakan dakwahnya dengan dakwah Salafiyyah, termasuk perpecahan yang telah terjadi di Indonesia juga tidak terlepas dari campur tangan mereka.

Pada saat kaum muslimin berusaha mengenal dakwah Salafiyyah secara murni dan konsekuen dan senantiasa berpijak di atas Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dengan pemahaman yang benar dari Salafus Saleh dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka mereka pun dikejutkan dengan sepak terjang organisasi Ihya At-turots Al-Kuwaiti tersebut di bumi Indonesia. Dengan mengandalkan dananya, ia pun menyalurkannya kepada beberapa organisasi/yayasan atau pondok pesantren untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti, membangun masjid, menanggung anak-anak yatim, menggaji para du’at (guru) dan yang semisalnya.

Nah, kalau permasalahannya hanya berhenti sampai di sini, maka hal itu tidak dipersoalkan oleh para Ulama yang memberi peringatan dari bahayanya organisasi ini. Namun persoalannya ternyata tidak hanya sampai disitu, penyaluran dana tersebut diikuti dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang mereka adakan justru menjadi faktor terbesar semakin terpecahnya Ahlus Sunnah di negeri ini. Mulai dengan cara melakukan hubungan erat dan saling ta’awun dengan organisasi Al-Irsyad cabang Tengaran,yang pada saat itu dipimpin oleh Yusuf Utsman Baisa,yang akhirnya dijadikan sebagai salah satu tempat dilakukannya beberapa kegiatan Ihya At-Turots.

Kegiatan Al Irsyad tersebut, mulai dari mendatangkan Abdurrohman Abdul Khaliq yang sempat menyampaikan ceramahnya di hadapan sebagian para du’at. Lalu disusul dengan pengadaan berbagai kegiatan dauroh,dengan diundangnya para du’at ihya At-Turots yang berasal dari berbagai macam elemen dan beraneka ragam fikroh (pemikiran) dan dilanjutkan dengan diadakannya pengkaderan khusus dengan istilah “mulazamah” selama setahun, dibawah bimbingan langsung dari da’i Ihya At-Turots yang dikirim khusus untuk mengajar di Ponpes Al-Irsyad,Tengaran,dia bernama Syarif Fu’ad Hazza’[1]. Apa yang kami sebutkan ini adalah hanyalah sebagian kecil dari berbagai kejadian yang dilakoni oleh Ihya At-Turots dalam memecah belah Ahlus Sunnah.

Namun pada edisi kali ini, kami tidak ingin membahas tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh Ihya At-Turots tersebut secara detail, sebab itu akan kami rinci pada edisi-edisi yang akan datang –insya Allah Ta’ala-.

Adapun pembahasan kami untuk edisi ini, yakni dengan adanya sebagian mereka yang selalu menganggap sepele terhadap permasalahan ini. Jika ada yang berbicara tentang bahayanya Ihya At-Turots dan memperingatkan kaum muslimin dari kesesatan mereka, maka serta-merta ada yang membantah dan mengatakan, “…ya akhi, ini kan masalah khilafiyyah dan dalam masalah khilaf, kita tidak boleh ada pengingkaran.”Atau ucapan,”…kan ada juga ulama yang merekomendasi mereka sebagai Ahlus Sunnah.” Atau kata-kata seperti, ”…tidak boleh mentahdzir dalam masalah ijtihadiyyah,” “…yang mentahdzir kan bukan ulama Kibar…”.

Ada juga yang menyatakan , “ulama yang mentahdzir kan hanya beberapa ulama saja, adapun yang merekomendasi lebih banyak jumlahnya, bahkan ulama tersebut adalah guru-guru mereka yang mentahdzir” dan yang semisalnya yang hendak mementahkan kembali permasalahan ini dan menganggap - tidak masalah - jika seseorang ingin bekerjasama dengan mereka, karena mereka pun menyebarkan dakwah Ahlus Sunnah.

Maka, marilah kita mengikuti kajian-kajian berikut ini, sebagai jawaban dari berbagai syubhat seputar Jum’iyyah Ihya At-Turots.

Menyikapi masalah khilafDiantara perkara yang wajib diketahui dalam hal ini adalah menyikapi setiap permasalahan sesuai porsinya, tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kurang dari kadar semestinya. Demikian pula dalam hal menyikapi adanya perselisihan yang terjadi di kalangan para Ulama. Ada perkara-perkara yang bisa ditolerir yang memerlukan sikap lapang dada dalam menghadapi adanya khilaf tersebut, ada pula yang membutuhkan sikap tegas bahkan sampai kepada tingkat memperingatkan umat dari bahayanya pendapat yang keliru tersebut.

Nah, barangsiapa yang berpendapat bahwa masalah khilafiyyah ijtihadiyyah tidak boleh ada pengingkaran atau tahdzir padanya maka sungguh dia telah melakukan suatu kesalahan yang fatal.Seperti apa yang disebutkan oleh al akh Firanda : “……..atau diterapkan pada perkara-perkara yang sebenarnya tidak boleh ada pengingkaran apalagi sampai tahapan tahdzir dan hajr seperti perkara-perkara yang merupakan masalah ijtihadiyyah”[2] .(Kaidah-Kaidah Penerapan Hajr (Boikot) terhadap Ahli Bid’ah Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah(Menyikapi Sejumlah Kesalahan Penerapan Hajr di Indonesia, penulis Al Akh Firanda Ibnu ‘Abidin Abu ‘Abdil Muhsin as-Soronji, hal 8, tanpa penerbit [3] ).

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair :

ليس كل خلاف جاء معتبرا
إلا خلاف له حظ من النظر

“Tidak semua khilaf yang datang itu bisa dianggapKecuali jika khilaf tersebut memiliki sisi pandang”

Bila kita telah memahami masalah ini, maka disaat kita mendapati adanya permasalahan yang diperselisihkan di kalangan para Ulama, maka sikap pertama bagi seorang muslim adalah menimbang masalah tersebut berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dengan pemahaman Salafus Soleh. Sebagaimana firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS An Nisaa: 59]

Dan firman-Nya:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. [QS Al Ahzaab: 36]

Dan firman-Nya:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [QS An Nisaa: 65]

Dan nash-nash dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam perkara ini masih sangat banyak.Maka jika muncul satu pendapat dari seorang alim atau yang lainnya yang menyelisihi nash yang shorih (jelas), maka bukanlah hal yang tercela apabila pendapat tersebut diingkari dan diperingatkan umat (tahdzir), agar mereka menjauhi pendapat itu. Bahkan hal itu termasuk dalam nasehat yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dalam sabdanya:

(( الدين النصيحة))

“Agama itu adalah nasehat”(HR.Muslim dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Dari Radiyallahu ‘anhu ).

Oleh karenanya masih saja para Ulama mengeluarkan bantahan-bantahannya dan memperingatkan umat dari bahayanya mengambil suatu pendapat, yang telah jelas menyelisihi apa yang telah tsabit dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam. Disini akan kami nukilkan beberapa contoh tentang apa yang kami sebutkan:

  • Nikah mut’ah, yang telah jelas haramnya berdasarkan dalil-dalil yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bahwa beliau mengharamkannya. Saya kira tentang keharamannya bukanlah perkara yang samar bagi kita sekalian, sehingga tidak perlu kita menyebutkan dalil-dalilnya, namun itu bukan tujuan kita bahas disini. Namun yang perlu diketahui bahwa di kalangan para ulama bahkan shahabat ada yang menghalalkannya, sebagaimana yang telah tsabit dari Abdullah bin Abbas , diantara yang masyhur berpendapat demikian adalah Ibnu Juraij Abdul Malik bin Abdil Aziz rahimahullah Ta’ala. Lalu jika ada orang di zaman kita ada yang mau melakukan nikah mut’ah, apakah kita tidak mengingkarinya? Apakah kita tidak mentahdzirnya? Dengan alasan bahwa ini masalah khilafiyyah ijtihadiyyah - menurut bahasanya Al-Akh Firanda- ? Tentunya orang yang sedikit pengetahuannya tentang kaidah-kaidah dalam manhaj Salaf pun bisa menjawab hal ini.
  • Nikah dengan cara tahlil, yaitu menikahi seorang wanita yang telah bercerai dengan suami pertamanya,yang dimaksudkan -dengan menikahinya – diapun mencerainya, sehingga dia bisa kembali kepada suami pertamanya. Atau telah terjadi kesepakatan diantara mereka bahwa jika ia menikahinya dan telah menyetubuhinya, maka dia harus mencerainya agar dapat kembali ke suaminya yang pertama. Adapun jumhur para Ulama mengharamkan pernikahan model ini. Berkata Umar : “Tidaklah ada orang yang didatangkan kepadaku melakukan nikah tahlil melainkan akan aku rajam keduanya”. Namun diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa ia membolehkannya. Lalu jika ada orang yang melakukannya pada hari ini, apakah anda tidak memberi peringatan (tahdzir) dari pendapat tersebut - dengan alasan - masalah ini termasuk ijtihadiyyah khilafiyyah ? Jawablah dengan jawaban seorang Salafi yang ikhlas dalam mengikuti manhaj Salaf ! Silahkan lihat ucapan Syaikhul Islam tentang pembahasan nikah tahlil dalam Majmu’ Fatawa : 20/266-dst Jilid 32/93 dan hal:96-97 serta di tempat yang lainnya.
  • Jama’ah Tabligh, jama’ah Shufiyyah, dimana para Ulama telah mentahdzirnya dan memberi peringatan darinya. Hal ini adalah perkara yang sudah ma’ruf di kalangan kita sekalian. Akan tetapi ternyata masih ada juga yang memberi pujian pada mereka, seperti Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, bahkan mengarang sebuah kitab sebagai bentuk pujian terhadap mereka yang akhirnya kitab tersebut dijadikan tameng oleh Jama’ah Tabligh. Maka silahkan ditanyakan kepada Al-Akh Firanda –hadanallahu wa iyyah- : “Apakah anda tidak mengingkari Jama’ah Tabligh dan mentahdzir darinya?” Atau anda masih menganggap bahwa ini masalah khilafiyyah ijtihadiyyah yang tidak boleh ada pengingkaran dan tahdzir padanya ? Kalau anda memberi jawaban pertama, maka anda telah merobohkan kaedah yang anda gunakan sendiri. Dan kalau anda memilih jawaban yang kedua, maka anda perlu untuk mengintrospeksi kembali terhadap manhaj anda.
  • Masalah demonstrasi. Baru-baru ini ketika Syaikh Ali Hasan hafidzahullah berkunjung ke Makasar, dalam salah satu pertemuan beliau ditanya tentang hukum berdemonstrasi. Beliaupun menjawab bahwa ini termasuk perkara yang diperselisihkan oleh para Ulama, walaupun yang rajih menurut beliau adalah terlarang. Saya sendiri belum mengetahui siapa di kalangan para Ulama Ahlus Sunnah yang membolehkan demonstrasi, namun kalaulah apa yang disebutkan oleh Syaikh Ali Hasan tersebut benar, apakah jika ada yang membolehkan demonstrasi bahkan melakukannya, apakah tidak diperbolehkan mentahdzir darinya dengan alasan bahwa ini termasuk masalah khilafiyyah ijtihadiyyah? Kita tunggu jawaban dari Al-Akh Firanda.
  • Masalah haramnya musik. Kita tentunya telah mengetahui berdasarkan banyak dalil baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang menjelaskan tentang diharamkannya musik. Dan ini adalah pendapat jumhur dari kalangan para Ulama. Namun di kalangan para Ulama masih ada juga yang menghalalkan, seperti Ibnu Hazm rahimahullah Ta’ala. Jika demikian keadaannya, lalu tanyakanlah kepada al-akh Firanda: “Apakah anda tidak mentahdzir dari musik karena termasuk masalah ijtihadiyyah khilafiyyah?”.
  • Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Salman dan Safar Hawali. Dimana para Ulama telah menjelaskan dan mentahdzir dari kesesatannya, seperti Al-Allamah Al-Albani, Asy Syaikh Ibn Baaz dan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumullah Ta’ala. Bahkan telah dinyatakan bahwa mereka ini tergolong diantara kaum Neo Khawarij. Namun bukankah Al-Akh Firanda juga mengetahui bahwa masih ada juga yang membela mereka, seperti Syaikh Abdurrahman Jibrin, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid dan mungkin masih ada yang lainnya yang ana tidak ketahui. Lalu silahkan tanyakan kepada Al-Akh Firanda: “Apakah anda termasuk yang membela mereka atau yang mentahdzir ? Atau mungkin anda memiliki jawaban rinci ?” Mungkin itu yang kita tunggu.

(bersambung, insya Allah…………)

✒ Footnote :
1. Dan dahulu penulis termasuk orang yang turut serta mengikuti berbagai kegiatan Ihya At-Turots yang diadakan di Tengaran dan di tempat yang lainnya, termasuk pada saat diadakannya kegiatan mulazamah setahun bersama Syarif Hazza’, bahkan termasuk diantara murid Syarif Hazza’ yang paling dekat dengannya. Hanya saja penulis tidak sempat menghadiri ceramah Abdurrohman Abdul Khaliq disebabkan karena penulis menyangka bahwa dia akan datang pada hari yang telah direncanakan, ternyata pertemuan yang tersebut diundur. Waktu itu penulis datang bersama Al-Ustadz Al-fadhil Ibnu Yunus hafidzahullah. Semoga Allah Azza wa Jalla mengampuni kesalahan-kesalahan kita.

2. Dalam ucapan ini ada dua permasalahan yang perlu pembahasan: masalah mengingkari dan tahdzir dari permasalahan khilafiyah dan yang kedua adalah masalah hajr. Untuk edisi ini kita hanya membahas bagian pertama.

3. Buku ini saya dapatkan foto kopinya dari Al-Akh Al-Ustadz Ibnu Yunus hafidzahullah. Dan saya tidak memiliki bukunya yang sudah dicetak.

Sumber: www.darussalaf.or.id

~~~•~~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
WA. FORUM KIS


Manzilah AL MAHABBAH



MANZILAH AL MAHABBAH
Cinta...
Adalah kata yang sering diakui manusia karena dunia
Cinta...
Adalah ungkapan hati yang terkadang datang dan hilang
Itulah cinta yang fana..

Saudaraku seiman..
Ketahuilah bahwa cinta yang hakiki adalah keterikatan hati kepada yang dicintainya, yaitu Allah. Tumbuh berkembang di dalam hati mukmin dan tidak akan terlepas darinya.

Yaitu seorang hamba menahan diri dari segala yang dibenci-Nya dan bersegera meraih apa yang diridhai-Nya dengan hati yang lapang, hati yang menyambutnya.

Maka bila hamba tersebut berbicara, berbicara karena Allah. Bila diam, diam karena Allah. Bila beramal, beramal karena Allah. Dan tidaklah seorang hamba rindu kecuali karena kecintaannya kepada Allah..

Berkata al-'allamah as-Sa'di --rahimahullah-- dalam mandzumah
السير الي الله والدار الاخرة:
~ وهم الذين ملا الاله قلوبهم. بوداده ومحبة الرحمن ~
"Hamba yang menuju Allah dan negeri akhirat adalah orang-orang yang telah Allah penuhi hati mereka dengan kecintaan kepada ar-Rahman"

Kecintaan seorang hamba kepada Allah akan nampak pada:
~ Kesungguhannya dalam beramal ketaatan kepada Allah.
~ Semangat dalam meraih keridhaan-Nya.
~ Kecintaannya dalam bermunajat kepada-Nya.
~ Ridha dengan takdir-Nya.
~ Rindu berjumpa dengan-Nya.
~ Tentram dengan mengingat-Nya.
~ Cinta dengan apa yang dicintai-Nya.
~ Mementingkan Allah al-Mahbub(yang dicintai) dari selain-Nya.

Kecintaan kepada Allah adalah ruh iman dan amal. Apabila kecintaan ini tidak ada maka seperti jasad tanpa ruh.

Saudaraku seiman, tidak diragukan lagi bahwa seorang mukmin sangat menginginkan keridhaan, kecintaan dan Jannah-Nya.

Di antara sebab kecintaan Allah adalah sebagai berikut:
  • Membaca Al Qur'an dengan memperhatikan dan memahami maknanya.
  • Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan sunnah setelah yang wajib.
  • Senantiasa mengingat Allah dengan lisan, hati dan amal.
  • Mendahulukan Allah dari perkara kecondongan hati dan hawa nafsu.
  • Memperhatikan kebaikan, nikmat Allah yang batin dan zahir.
  • Mengenal dan meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mulia dan sempurna.
  • Kecenderungan hati kepada-Nya.
  • Bersendiri dengan-Nya disaat turun ke langit dunia. Bermunajat, membaca kalam-Nya, menundukkan hati, beribadah dengan sebaik-baik ubudiyyah dan ditutup dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.
  • Bermajelis dengan orang-orang shalih.
  • Menjauhi sebab-sebab yang menghalangi hati dengan mengingat Allah.
  • Mengikuti Rasulullah --shallallahu 'alaihi wa sallam--.
  • Zuhud dalam perkara dunia.

Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang dicintai-Nya... Amiin

Darul hadits, fiyusy yaman.
Akhukum fillah, abu abdirrahman arif ibnu khairan as syiribuni.

Sumber : WA SALAFY LINTAS NEGARA


Audio Dauroh Makassar XI (NASEHAT UNTUK KAUM MUSLIMIN)

Bismillah...
Berikut ini kami sajikan Audio Dauroh Makassar ke XI yang dilaksanakan Pada Hari Kamis 1 Mei 2014 di Masjid Al Latif Makassar

# Al Ustadz Abu Mu'awiyah Askari Hafidzahullohu
Download Di Sini

# Al Ustadz AbulFaruq Ayip Syafruddin  Hafidzahullohu
Download Di Sini

# Al Ustadz Abu Ubaidah syafruddin Hafizsahullohu
Download Di Sini

Kamis, 01 Mei 2014

Audio Taushiyyah 3 Ustadz di Ma'had Daarussunnah Jeneponto Rabu 30 april 2014




Berikut ini kami sajikan link download Taushiyyah 3 Ustadz di Ma'had Daarussunnah Jeneponto, pada tanggal 30 april 2014 :

1. Al Ustadz Abu Mu'awiyah Askari Hafidzahullohu
Download DI Sini

2. Al Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin Hafidzahullohu
Download DI Sini

3. Al Ustadz Abulfaruq Ayip syafruddin Hafidzahullohu
Download DI Sini