oleh : Asy Syaikh Abdurrahman Al-Adeny hafizhahullah
Dakwah ahlus sunah di masa dahulu dan
yang akan datang adalah dakwah tauhid, dakwah sunah, dakwah yang menyeru
untuk berpegang teguh dengannya. Dakwah yang menghilangkan syirik,
bidah, dan hawa nafsu. Dakwah yang mengajak masyarakat ke negeri
yang aman dengan menanamkan kecintaan pada tauhid dan sunah dalam
hati-hati mereka, dan memperingatkan mereka dari bidah dan hawa nafsu.
Termasuk dari keistimewaan dakwah ahlus
sunah adalah tidak hanya memperingatkan dari bidah, hawa nafsu, dan
kebatilan secara umum, tapi juga memperingatkan dari para pelaku bidah
dan hawa nafsu. Akan tetapi, penanganan perkara ini
dipegang oleh para ulama cendekia yang mengumpulkan antara ilmu dan
takwa. Dengan peran mereka, alhamdulillah, pendirian kita kokoh tatkala
banyak fitnah, ujian dan musibah. Tauhid dan sunah diajarkan, bidah dan
hawa nafsu diperingatkan darinya.
Termasuk perkara yang paling
dikhawatirkan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam kepada kita
adalah bidah dan hawa nafsu, sebagaimana sabda beliau,
(( إن ممّا أخاف عليكم بعدي بطونكم وفروجكم ومضلات الأهواء ))
“Sesungguhnya perkara yang aku
khawatirkan pada kalian setelah wafatku adalah perut-perut kalian,
kemaluan-kemaluan kalian dan kesesatan hawa nafsu.” (HR Ahmad)
Demikian juga dari doa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam,
(( اللهم جنبنا منكرات الأخلاق والأعمال والأهواء والأدواء ))
“Ya Allah jauhkanlah kami dari kerusakan akhlak, amalan, hawa nafsu dan penyakit.“ (HR At Tirmidzi)
Sejak dahulu Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wasalam memerangi bidah dan pelakunya sebagaimana disebutkan
dalam banyak hadits. Oleh karena itulah, mari kita peluk manhaj ini, manhaj nabawi, manhaj salafi.
Para pelaku tauhid dan sunah
direkomendasi, sedangkan para pelaku bidah dan penyimpangan dikritik,
dicela, dan diwaspadai, hal ini adalah bagian dari dakwah ahlu sunah.
Sejak dahulu hal ini digunakan sebagai benteng yang menjaga kaum
muslimin dari bidah dan hawa nafsu. Tatkala muncul sikap
bermudah-mudahan dalam hal ini, maka tanpa Anda sadari seorang penuntut
ilmu yang mengerti tauhid dan sunah terjatuh dan tergelincir dalam
perjalanannya, disebabkan tidak ada sikap pembeda disisi kebanyakannya
mereka.
Wahai saudaraku, hendaknya kita
mengambil pelajaran, Al Imam Baihaqi terpengaruh dengan Ibnu Fauroh dan
mengambil darinya paham as’ariyah. Ibnu ‘Aqil disebabkan karena teman
duduknya, menjadi berpaham mu’tazilah. Ya’qub bin
Syubah disebabkan teman duduknya menjadi berpandangan netral dalam Al
Quran. Al Imam Abdurazaq As Shon’ani disebabkan Jafar bin Abi Sulaiman
Ad Dubai, menjadi mengambil
paham syiah darinya. Demikianlah, hendaknya seorang pelaku sunah
berhati-hati dari bermajelis dengan pelaku bidah dan hawa nafsu.
Termasuk dari manhaj ahlus sunah adalah
memperingatkan dari pelaku bidah dan hawa nafsu. Dan jika ada tuntutan
kemaslahatan, maka perlu untuk menyebutkan nama tokoh-tokoh bidah dan
hawa nafsu ketika memperingatkan dari mereka. Agar diwaspadai kejahatan
mereka dan ditampik fitnah mereka. Yang demikian ini juga dari manhaj
ahlus sunah wal jamaah.
Penuntut ilmu hendaknya berhati-hati
untuk masuk pada perkara yang dia tidak membutuhkannya. Alhamdulillah,
para ulama dan para penasihat yang jujur telah mencukupi kita. Wahai
saudara-saudaraku, sesungguhnya perkara ini pelakunya berada di antara
sikap berlebih-lebihan dan bermudah-mudahan. Dan yang diinginkan adalah
sikap pertengahan, sebagaimana firman Allah:
{( وَكَذَلِكَ جَعَلنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا )}
“Demikianlah Kami jadikan kalian umat pertengahan” (QS. Al Baqorah :143 )
Tidak semua orang yang menyeru dengan
Jarh Wa Ta’dil beruntung. Bagi kita pelajaran dari perjalanan Mahmud Al
Hadad, bagi kita pelajaran dari perjalanan Falih Al Harbi, dan bagi kita
pelajaran dari kelanjutan Al Hajuri. Bagi kita juga pelajaran dari
perihal Ahmad Syaibani dan Shaleh Bakri di Yaman dan yang lainnya. Bab
perkara ini berbahaya, hendaknya kita melazimi takwa kepada Allah.
Dan wajib bagi kita untuk mengikuti
langkah-langkah para ulama kita, dan mengambil faedah dari manhaj dan
metode mereka. Alhamdulilah, pondok ini dengan izin Allah, seperti
pondok-pondok ahlu sunah yang lainnya berjalan diatas jalan yang terang
dan jelas. Mementingkan ilmu syar’i, tauhid, dan sunah, dan
memperingatkan dari bidah dan hawa nafsu. Dan tidak mengapa untuk saling
menasihati, bahkan merupakan kewajiban untuk memperingatkan dari pelaku
bidah dan hawa nafsu.
Tidaklah bidah itu terbatasi dengan
bidah jahmiyah, mu’tazilah, murjiah, as’ariyah, syiah rafidhah dan
sufiyah saja. Tidak, bahkan sekarang ini bidah banyak, sangat benar yang
disabdakan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam,
(( افترقت اليهود على إحدى
وسبعين فرقة، وافترقت النصارى على اثنتين وسبعين فرقة، وستفترق هذه الأمة
على ثلاث وسبعين فرقة، كلها في النار إلا واحدة ))
“Yahudi terpecah menjadi 71 golongan,
dan Nasrani terpecah menjadi 72 golongan, dan umat ini akan terpecah
menjadi 73 golongan dan semuanya di neraka kecuali satu golongan” (HR Ahmad, Abu Daud Tirmidzi dan lainnya)
Siapakah golongan yang selamat ini?
Mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas jalan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasalam dan para Sahabatnya radhiyallah’anhum. Maka
selalu saja bidah dan hawa nafsu ada sampai zaman kita ini. Demikianlah,
dengan rasa persaudaraan, dan saling menasihati kita bekerja sama
seluruhnya untuk tetap kokoh diatas kebaikan ini.
Janganlah masuk ke bab Jarh Wa Ta’dil
kecuali jika Anda punya keahlian yang mencukupi padanya, dan bertakwalah
kepada Allah. Bukanlah permasalahannya berbasa-basi dengan seseorang,
mencari keridaan seseorang atau menghindar dari kemarahan seseorang.
Karena Anda nantinya akan berdiri dihadapan Allah yang akan menanyakan
kepada Anda perkara yang kecil dan besar, dan menperhitungkan amalan
walaupun sekulit ari. Sangat benar Allah dalam firman-Nya,
{( وَوُضِعَ الكِتَابُ فَتَرَى
المُجْرِمِين مُشْفِقِين مِمَّا فِيْه وَيَقُولُونَ يَوَيلَتَنَا مَالِ
هَذَا الكِتابِ لاَ يُغَادِرُ صَغِيْرةً وَلاَ كَبِيْرَةً إِلَّا أَحْصَهَا
)}
“Dan diletakkanlah kitab, maka engkau
melihat orang-orang yang berbuat dosa ketakutan dengan isinya dan
berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan
hal kecil dan besar, melainkan mencatat semuanya.” (QS. Al Kahfi :49)
Berhati-hatilah dari sikap zalim dan
berlebih-lebihan, dan berhati-hatilah dari sikap lembek dan
bermudah-mudahan. Mari kita bekerja sama semuanya di pondok ini,
demikian juga di seluruh pondok-pondok ahlus sunah, untuk tetap kokoh di
atas dakwah yang murni dan bersih. Yang berada padanya para ulama zaman
sekarang dan terdahulu, para salafus shalih. Manhaj yang dipetik dari
kitab Allah dan sunah Nabi-Nya shalallahu ‘alaihi wasalam.
Kita memohon kepada Allah untuk melapangkan dada-dada agar
menerima kebenaran, dan menganugerahkan kekokohan sampai ketika meninggalkan dunia, sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa-doa.
Alih bahasa: Abu Abdillah Zaki Ibnu Salman
Sumber : WA Salafy Lintas Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar