(Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)
Dakwah para rasul adalah dakwah kepada tauhid, menyeru umat untuk beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan melarang mereka dari kesyirikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu.” (an-Nahl: 36)
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya, “Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian.” (al-Anbiya: 25)
Inilah manhaj para rasul, mengajak untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjaga umatnya dari kesyirikan dengan berbagai upaya yang beliau lakukan. Buktinya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (at-Taubah: 128)
Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menyeru umatnya untuk meninggalkan dan menjauhi kesyirikan. Bahkan, beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menghancurkan patung-patung ketika Fathu Makkah dan mengutus para sahabatnya untuk menghancurkan berhala-berhala yang dijadikan sesembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala. Di antara hal yang juga beliau ingatkan untuk dijauhi oleh umatnya adalah ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang saleh dan mengagungkan kubur mereka.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa para penyembah kuburan adalah orang-orang terjelek. Ketika Ummu Salamah menceritakan perbuatan kaum Nasrani yang beliau lihat di Habasyah, Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ
“Mereka itu, jika ada orang saleh (meninggal) di antara mereka, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan membuat gambarnya. Mereka adalah orang-orang terjelek di sisi Allah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz menerangkan, “Maksud ucapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah peringatan agar perbuatan mereka tidak diikuti. Namun, ada dari umat ini yang terjatuh dalam perbuatan tersebut. Yang paling banyak melakukannya adalah Syiah Rafidhah yang ghuluw terhadap ahlul bait.” (Syarah Kitabut Tauhid, hlm. 105)
Lima hari menjelang wafat, beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah, orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan pra nabi dan orang saleh sebagai masjid. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid karena aku melarang dari hal tersebut.” (HR. Muslim)
Bahkan, ketika sedang sakaratul maut, beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ؛ يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا
“Laknat Allah atas Yahudi dan Nasrani karena mereka telah menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid. Beliau memperingatkan (agar jangan sampai meniru) perbuatan mereka….” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Haram Menjadikan Kuburan sebagai Masjid
Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan bahwa menjadikan kuburan sebagai masjid adalah haram. Asy-Syaikh Muhammad al-Imam mengatakan, “Dalil-dalil masalah ini banyak dan kami cukup menyebutkan sebagiannya. Nash-nash tersebut mengandung banyak hal penting:
1. Menjadikan kuburan nabi dan orang saleh adalah tuntunan/perbuatan Yahudi dan Nasrani. Barang siapa melakukannya berarti dia telah menghidupkan perbuatan mereka.
2. Orang yang menjadikan kuburan para nabi dan orang saleh sebagai masjid telah terjatuh ke dalam laknat, padahal Allah subhanahu wa ta’alaberfirman:
“Barang siapa yang dilaknat (dikutuki) Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.” (an-Nisa: 52)
3. Orang yang menjadikan kuburan para nabi dan orang saleh sebagai masjid tergolong orang-orang terjelek di dunia dan akhirat.
Makna menjadikan kuburan sebagai masjid adalah:
1. Membangun bangunan masjid di atasnya.
2. Melakukan shalat dan ibadah lainnya di kuburan walaupun tidak membangun bangunan masjid di atasnya.
3. Memasukkan kuburan ke dalam bangunan masjid. (Lihat Tahdzirul Muslimin minal ghuluw fi Qubur ash-Shalihin, hlm. 61—65)
Ghuluw terhadap Kuburan Orang Saleh adalah Pangkal Kesyirikan
Syaikhul Islam mengatakan bahwa kesyirikan bani Adam kebanyakan muncul dari dua hal pokok. Yang pertama adalah mengagungkan kuburan orang saleh, membuat gambar dan patung mereka untuk tabaruk (mencari barakah). Inilah sebab pertama yang dengannya manusia melakukan kebid’ahan dan ini adalah syirik kaum Nuh.
Asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “Adalah sangat penting agar seorang muslim mengetahui bagaimana awal munculnya kesyirikan pada kaum mukminin setelah mereka menjadi muwahidin.” Telah teriwayatkan dari sejumlah salaf riwayat yang banyak dari tafsir firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.” (Nuh: 23)
Kelima nama tersebut adalah hamba-hamba yang saleh. Ketika mereka meninggal, setan pun memberikan wangsit kepada kaum mereka untuk beri’tikaf di kubur-kubur mereka. Kemudian setan memberikan wangsit kepada generasi setelah mereka untuk membuat patungnya. Lalu setan memberikan wangsit kepada generasi ketiga untuk menyembah mereka. (Disarikan dari Tahdzirus Sajid hlm. 150)
Asy-Syaikh Muhammad al-Imam mengatakan, “Penetapan bahwa pangkal kesyirikan adalah penyembahan kubur tidak diperselisihkan. Seseorang yang menelaah sejarah manusia sejak peristiwa penyembahan kubur yang dilakukan kaum Nuh hingga diutusnya Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, akan mendapati bahwa penyembahan kubur adalah dasar kesyirikan. Inilah sejarah singkat penyembahan kubur yang dilakukan manusia setelah kaum Nuh.
1. Falasifah (ahli filsafat)
Ar-Razi menyatakan, jika murid-murid Aristoteles tertimpa musibah, mereka mendatangi kuburnya untuk meminta “bantuan”.
2. Hindu
Mereka mengklaim bahwa di India ada kubur Adam, istri dan ibu Adam. Semua kuburan tersebut disembah dengan dilakukan thawaf di sana dan diusap-usap.
Alangkah bodohnya mereka. Dari mana datangnya ibu Adam?
3. Orang-orang Budha
Mereka menyembah Budha. Makna Budha menurut mereka adalah orang alim.
4. Yahudi dan Nasrani
Banyak hadits Rasulullah n yang menyebutkan bahwa Yahudi dan Nasrani menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.
5. Bangsa Arab
Orang Arab di masa jahiliah menyembah patung. Ini adalah kenyataan yang sudah diketahui. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa mereka menyembah kubur adalah hadits Buraidah dalam Shahih Muslim, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
“Dulu aku melarang kalian berziarah kubur sekarang berziarahlah kalian.”
Para ulama memberikan alasan bahwa larangan berziarah kubur di awal-awal Islam karena dikhawatirkan kaum muslimin akan terpengaruh dengan kebiasaan jahiliah menyembah kubur dan untuk menutup jalan kejelekan. Ketika disyariatkan ziarah kubur, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
وَلَا تَقُولُوا هُجْرًا
“Dan janganlah kalian berkata hujra.”
Yakni, jangan kalian mengucapkan ucapan kotor/keji, dan ucapan yang paling keji adalah ucapan syirik kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Asy-Syaikh Muhammad al-Imam berkata, “Para penyembah kubur di tengah-tengah kaum muslimin adalah pewaris agama-agama terdahulu yang telah disebutkan. Inilah balasan bagi orang yang tidak mengambil bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.” (Disadur dari Tahdzirul Muslimin hlm. 14—15)
Kelompok Pertama dalam Islam yang Menyeru kepada Penyembahan Kubur
Islam adalah agama yang memerangi segala bentuk kesyirikan dan penyembahan berhala. Tidaklah Rasulullah n meninggal melainkan setelah menyampaikan semua risalah dan menunaikan amanah serta memerangi kesyirikan. Sampai-sampai beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ
“Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat di Jazirah Arab. Akan tetapi, dia bersemangat dalam memecah-belah (mengadu domba) di antara kalian.” (HR. Muslim dari sahabat Jabir)
Sepeninggal beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, umat Islam selamat dari kesyirikan. Zaman salaf (sahabat, tabi’in, dan tabiut tabi’in) adalah masa yang paling bersih dari kesyirikan. Mereka adalah generasi yang paling bertakwa.
Beberapa saat setelah habisnya masa salafus shalih, muncul para dai khurafat dan mengikuti prasangka. Yang pertama kali mencetuskan peribadatan kubur adalah kaum Bathiniah ketika menguasai negeri Mesir. Mereka juga yang pertama kali membuat pusara al-Husain di Mesir. Padahal ini jelas merupakan kedustaan karena al-Husain meninggal di Karbala dan tidak ada dalil yang menunjukkan dipindahkannya makam beliau. (Tahdzirul Muslimin hlm.16)
Syiah dan Sufi Menyebarkan Dakwah Kubur
Syiah dan Shufiyah (Sufi) mempunyai andil besar dalam menyebarkan dakwah peribadatan kubur. Ketika berdiri daulah Syiah di Irak dan Iran, pemimpin mereka, Ahmad bin Bawaeh, menyeru semua laki-laki dan perempuan untuk memakai pakaian berkabung, menutup pasar dan toko-toko, serta mengharamkan jual-beli. Semuanya meratap menuju kubur al-Husain bin Ali. Bahkan, sebagian mereka meyakini bahwa kubur al-Husain lebih tinggi kedudukannya daripada Ka’bah.
Tatkala Syiah membangun kubah-kubah, monumen-monumen, serta masjid di atas kuburan, kaum sufi pun mengikuti mereka. Satu contoh, yakni kubur Ma’ruf al-Karkhi yang dinamai oleh para penyembah kubur, khususnya dari kalangan shufiyah, at-Tiryaq al-Mujarrab… Para penyembah kubur menjadikan kubur al-Karkhi ini sebagai sumber untuk melakukan bid’ah dan khurafat, membangun masjid-masjid di atas kuburan, serta memilih tempat ibadah di sisi kubur. (Lihat Tahdzirul Muslimin hlm. 25—27)
Musuh-Musuh Islam Bersemangat Menyebarkan Dakwah Kuburiyah
Asy-Syaikh Muhammad al-Imam mengatakan, “Ketika telah kokoh kekuatan komunis di Yaman Selatan, mereka pun memerangi para penyembah kubur. Akan tetapi, kami kaget dengan dibiarkannya orang-orang penyembah kubur melakukan kesyirikan dan khurafat di kemudian hari. Kami mendapat berita bahwa tokoh-tokoh Rusia telah mencerca kalangan komunis di Yaman yang telah memerangi para penyembah kubur karena mereka tidaklah membahayakan. Bahkan mereka menyibukkan manusia dengan maulid-maulid sehingga tidak berpikir untuk menghadapi musuh atau memperbaiki keadaan muslimin.”
Penulis al-Uluhiyah fi Aqa’idi asy-Syi’ah mengatakan, “Oleh karena itu, kita jangan merasa heran ketika para penjajah memberikan kedudukan dan meteri yang banyak kepada shufiyah….” (Lihat Tahdzirul Muslimin hlm. 17)
Menutup Semua Celah yang Menggiring kepada Kesyirikan
Ketika kita telah mengetahui dahsyatnya gelombang dakwah kepada kesyirikan—terutama pengagungan kepada kubur—dan banyaknya faktor yang menjerumuskan orang kepada kesyirikan, yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri dan masyarakat adalah menutup segala celah yang akan menggiring kepada perbuatan syirik. Di antara celah (jalan) kesyirikan yang harus kita jauhi adalah sebagai berikut.
1. Ghuluw kepada orang saleh
Ghuluw kepada orang saleh adalah sarana kesyirikan yang paling besar sebagaimana telah dijelaskan di atas. Ibnu Abdil Hadi mengatakan, “Sesungguhnya, lembah kesyirikan yang paling luas adalah pengultusan individu.”
2. Melakukan ziarah kubur yang tidak sesuai dengan cara yang dituntunkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Ziarah yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat seringkali mengandung banyak kemaksiatan, kebid’ahan, dan kesyirikan.
3. Menjadikan sebagian kubur sebagai ied.
Padahal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah berkata:
اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.” (HR. Ahmad)
4. Shalat menghadap kubur atau shalat di atasnya.
Ini adalah lorong yang mengantarkan kepada kebid’ahan dan kesyirikan.
5. Memilih berdoa di sisi kubur
Ini juga salah satu sarana yang akan mengantarkan kepada kesyirikan.
6. Menjadikan kubur sebagai masjid.
7. Membangun bangunan di atas kubur.
8. Memberatkan diri/bersusah payah melakukan safar ke tempat-tempat peninggalan (petilasan, red.) orang saleh.
Melakukan safar untuk mengunjungi kuburan orang-orang saleh adalah adat kebiasaan jahiliah. Syariat menetapkan tidak boleh mengkhususkan bepergian melainkan menuju ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha.
9. Mencari barakah di tempat-tempat yang tidak disyariatkan.
10. Beribadah di tempat orang musyrikin berbuat syirik
Melakukan ibadah di tempat tersebut akan menghidupkan kembali kesyirikan.
11. Membaca buku-buku yang menganjurkan beribadah kepada kuburan.
12. Belajar kepada dai-dai kuburi (penyeru penyembahan kepada kubur).
13. Meniru orang-orang kafir dalam masalah akidah dan ibadah mereka.
Inilah beberapa hal yang harus kita jauhi karena semua ini adalah jalan yang akan mengantarkan seseorang kepada kesyirikan. (Lihat Tahdzirul Muslimin hlm. 69—72)
Kemudian, kita juga harus berlepas diri dan memusuhi orang-orang yang berbuat syirik, terutama para dai yang mengajak kepada kesyirikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang Nabi Ibrahim:
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah l, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (al-Mumtahanah: 4 )
Kita harus membekali diri dengan ilmu. Para penyeru kepada kesyirikan terus menyebarkan syubhat-syubhat mereka untuk mengajak orang menyembah dan mengagungkan kuburan-kuburan tertentu. Dan ilmulah yang menjadi senjata seorang yang bertauhid dalam menghadapi mereka.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan, “Seorang awam yang bertauhid bisa mengalahkan seribu ulama musyirikin. Namun, yang dikhawatirkan adalah seorang muwahid yang berjalan dalam keadaan tidak memiliki senjata (yakni ilmu).” (Lihat Kasyfus Syubhat). Seorang muslim tidak boleh berbasa-basi dalam masalah agamanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Katakanlah, “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah sesembahan yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah sesembahan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukkulah agamaku.” (al-Kafirun: 1—6)
Ketahuilah, tidaklah seorang teranggap sebagai bertauhid hingga dia mengingkari sesembahan selain Allah yang disembah oleh orang musyrikin. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ
“Barang siapa mengucapkan Laa ilaha illallah dan mengingkari sesembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala, telah terjaga harta dan darahnya. Adapun hisabnya diserahkan kepada Allah.” (HR. Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyatakan, “Seseorang tidak cukup sekadar mengucapkan laa ilaha illallah. Ia harus mengucapkannya, mengetahui maknanya, meyakininya, hanya beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan mengingkari sesembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala.” (Lihat Kitabut Tauhid)
Beliau berkata tentang definisi Islam, “Berserah diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh menaati-Nya, serta berlepas diri dari kesyirikan dan orang-orang yang berbuat syirik.” (Lihat Ushuluts Tsalatsah)
Jangan Hinakan Kuburan Muslimin
Ketika syariat melarang pengagungan kuburan tidak berarti boleh menghinakan kuburan muslimin. Kedua hal ini sama-sama terlarang. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh, salah seorang kalian duduk di atas bara api hingga membakar pakaiannya sampai menembus kulitnya lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan.” (HR. Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya kuburan muslimin memiliki kehormatan sebagaimana disebutkan dalam Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam karena kuburan adalah rumah orang yang telah meninggal. Tidak boleh dibiarkan ada najis di atasnya, menurut kesepakatan ulama. Tidak boleh pula diinjak atau menjadikannya tempat bertelekan, menurut pendapat kami dan pendapat jumhur (mayoritas) ulama.”
Asy-Syaikh Muqbil berkata, “Kuburan teranggap rumah orang-orang yang telah meninggal. Tidak boleh seorang pun duduk di atasnya atau menjadikannya tempat lalu lalang kendaraan….”
Asy-Syaikh Muhammad al-Wushabi mengatakan, “Pemerintah hendaknya mencegah orang-orang zalim yang menjadikan kuburan-kuburan sebagai jalan, pasar, dan tempat duduk-duduk mereka.” (Lihat al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid hlm. 195—196)
Sebagai penutup, penulis ingin menyampaikan ucapan asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berikut ini.
Kubur (seorang muslim) mempunyai dua hak atas kita.
1. Kita tidak boleh meremehkan kewajiban menghormatinya, yakni tidak boleh menghinakannya, tidak boleh pula duduk di atasnya.
2. Kita tidak ghuluw terhadapnya … (Lihat al-Qaulul Mufid Syarah Kitabut Tauhid, 1/260)
Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkan kita dan anak keturunan kita dari kesyirikan. Kita berdoa seperti ucapan Nabi Ibrahim:
“(Wahai Rabbku), jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim: 35)
Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala memberikan khusnul khatimah kepada kita.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
————————————————-